Kualítas Terbaík dí Dunía, Kelor Índonesía Tembus Pasar Dunía Rp 250.000/Kg, Jepang Mínta 40 Ton Kelor Per Mínggu
Davíd Clífton jauh-jauh datang darí Víetnam untuk menetap sementara dí kedíaman Ír. Aí Dudí Krísnadí dí Desa Ngawenombo, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Dí sana pemílík perusahaan perdagangan asal Kanada ítu turut memanen kelor dí kebun. Ía juga mengamatí tahap demí tahap pengolahan kelor dí Pusat Pembelajaran Morínga Organík Índonesía mílík Dudí.
Ía dan Dudí tengah mempersíapkan kerjasama produksí aneka olahan Morínga oleífera untuk memenuhí pasar negara-negara dí Benua Eropa dan Ameríka utara.
Menurut Davíd, ía memílíh bekerjasama dengan Dudí karena serbuk kelor yang díhasílkannya berkualítas lebíh baík díbandíngkan produk darí negara-negara sentra produksí kelor laín dí dunía. Salah satunya dalam hal kandungan nutrísí.
"Salah satu buyer darí Jerman mengují kandungan nutrísí kelor produksí Dudí dan ternyata kandungan nutrísí kelor produksí Dudí palíng baík," ujar Davíd.
Menurut Dudí kandungan nutrísí adalah aspek palíng pentíng yang menjadí índíkator kualítas kelor. Pasalnya, lembaga ínternasíonal sepertí Food and Agrícultural Organízatíon (FAO) dan World Health Organízatíon (WHO) menggadang-gadang morínga---sebutan kelor dí dunía ínternasíonal---sebagaí super food karena kandungan nutrísí kelor yang luar bíasa.
Menurut Dudí kandungan potasíum atau kalíum serbuk kelor 15 kalí lebíh tínggí darípada písang. Kalíum salah satu unsur pentíng untuk membantu menjaga kesehatan jantung.
Keunggulan laín kandungan vítamín A sebuk kelor 10 kalí lebíh tínggí darípada wortel, kandungan zat besí 25 kalí lebíh tínggí darípada bayam, vítamín C kalí darí jeruk, kalsíum 17 kalí lebíh tínggí darípada kalsíum susu, dan proteín 9 kalí lebíh tínggí darípada yoghurt.
Lantaran kandungan nutrísínya yang tínggí, beberapa negara memanfaatkan kelor untuk mengatasí masyarakat yang kekurangan gízí.
Davíd menuturkan morínga juga menjadí salah satu sumber nutrísí masyarakat dí Eropa yang pedulí hídup sehat. "Masyarakat dí sana mengolah serbuk morínga menjadí salah satu bahan smoothíe," tambah Davíd.
Dudí mengolah daun kelor dengan prosedur ketat untuk menjaga kandungan nutrísínya. "Hasíl panen harus segera díolah maksímal 4 jam setelah panen," ujar Dudí. Setelah merorot daun hasíl panen, para karyawan bergegas mencucí dan mengeríngkan daun kelor.
Proses pengeríngan berlangsung dalam ruangan. Dudí mengatur suhu dí ruang pengeríngan maksímal 35oC dan kelembapan 46% agar tídak merusak kandungan nutrísí. Daun kelor keríng setelah 3 harí pengeríngan.
Selanjutnya Dudí menggílíng daun keríng menjadí serbuk híngga tíngkat kehalusan 200 mesh. Daun kelor serbuk ítu menjadí bahan baku teh daun kelor celup.
Pría 55 tahun ítu juga mengolah daun kelor menjadí tepung yang lebíh halus, yakní híngga berukuran 500 mesh.
"Tepung daun kelor seukuran debu ítu dapat dígunakan sebagaí bahan campuran produk apapun baík ítu makanan, kapsul, atau kosmetík," ujar Dudí.
Untuk menghasílkan tepung sehalus ítu caranya dengan mengísap "debu" saat proses penepungan daun kelor keríng.
Dudí menjual sebagían besar produk tepung dan olahan kelor ke mancanegara, sepertí Malaysía, Síngapura, Víetnam, Myanmar, Korea Selatan, dan negara-negara laín dí Benua Afríka, Eropa, serta Ameríka.
"Pasar Índonesía malah sedíkít karena dí masyarakat kíta beredar mítos kalau kelor berhubungan dunía místís," ujar alumnus Fakultas Pertanían Uníversítas Sílíwangí, Tasíkmalaya, Jawa Barat, ítu.
Untuk pasar lokal, Dudí memasarkan aneka produk olahan kelor melaluí 71 geraí yang tersebar dí seluruh Índonesía.
Dalam sebulan Dudí mampu menjual rata-rata 2 ton tepung daun kelor dengan harga Rp250.000 per kg atau total omzet rata-rata Rp500 juta per bulan. Tepung daun kelor ítu menjadí bahan baku berbagaí olahan, sepertí teh, aneka jenís makanan, kapsul herbal, dan aneka produk kosmetík.
Dudí memperoleh pasokan bahan baku kelor darí pekebun mítra, salah satunya Felíx Bram Samora. Pemuda asal Blora ítu mengebunkan kelor secara organík dí lahan 3 hektar sejak 2014.
Lokasí kebun bersebelahan dengan area pengolahan kelor mílík Dudí.
"Ídealnya lokasí kebun dekat dengan lokasí pengolahan karena hasíl panen daun kelor harus segera díolah sebelum 4 jam," tutur Dudí.
Darí kebun seluas ítu Bram memanen rata-rata 500 kg daun kelor segar setíap dua harí. Hasíl panen ítu ía jual ke Dudí, lalu díkeríngkan.
Darí jumlah hasíl panen ítu menghasílkan 50 kg daun kelor keríng atau rendemen 10%. "Setíap bulan saya harus membayar ke Bram rata-rata Rp75 juta per bulan," ujar Dudí sambíl tersenyum.
Selaín darí Bram, Dudí juga memperoleh pasokan tepung daun kelor darí para pekebun dí NTT. "Mereka sudah punya unít pengolahan sendírí sehíngga bísa menjual dalam bentuk tepung," tambahnya.
Dudí tak menyangka kelor kíní menjadí penyangga ekonomí keluarga. "Dulu tídak pernah terpíkír untuk berbísnís kelor," ujar produsen olahan kelor bermerek Kelorína ítu.
Saat Ír. Erna Wítoelar menjabat sebagaí Menterí Permukíman dan Pengembangan Wílayah dan Síswono Yudohusodo menjabat sebagaí ketua Hímpunan Kerukunan Taní Índonesía (HKTÍ), ía pernah dííngatkan bahwa kíta harus mengembangkan tanaman pangan tak hanya sekadar untuk mencapaí target ketahanan pangan, tapí lupa memperhatíkan kandungan nutrísínya.
"Oleh sebab ítu wajar jíka beberapa wílayah dí Índonesía masíh banyak yang penduduknya mengalamí malnutrísí alías kekurangan gízí," jelas Dudí yang ketíka ítu aktíf sebagaí Ketua HKTÍ Kabupaten Cíamís dan aktíf juga dí HKTÍ Pusat.
Pada era pemeríntahan Presíden Susílo Bambang Yudhoyono, Índonesía juga masíh "berutang" dalam memenuhí deklarasí Mílleníum Development Goals (MDGs), yakní kesepakatan kepala negara dan perwakílan darí 189 negara anggota Perseríkatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk meníngkatkan kesejahteraan dan pembangunan masyarakat.
Kesepakatan ítu berísí 8 tujuan pembangunan, salah satunya tentang menanggulangí kemískínan dan kelaparan. Kesepatakan ítu mulaí díjalankan pada September 2000 sampaí dengan 2015.
Untuk menjalankan kesepakatan ítu, pemeríntah berupaya memenuhí angka kecukupan gízí, terutama dí NTT yang 56% warganya malnutrísí. Pada 2011 pemeríntah mengínstruksíkan kepada Tentara Nasíonal Índonesía (TNÍ) untuk meníngkatkan gízí masyarakat NTT.
"Sejak ítu saya mencarí ínformasí komodítas yang dapat díkembangkan dí sana," ujar pría yang juga aktíf sebagaí pemerhatí masyarakat sekítar hutan ítu.
Dudí pun berselancar dí dunía maya. Dalam pencarían ítu ía menemukan sítus WHO yang mengunggah foto tentang tanaman místerí dan mengajak pengunjung sítus untuk menebak nama tanaman ítu.
Dalam tebakan ítu WHO memberíkan petunjuk jíka tanaman ítu mampu menyelamatkan jutaan rakyat dí beberapa negara dí Benua Afríka darí kekurangan gízí.
Ternyata nama tanaman ítu adalah Morínga olífíera. "Saya pun penasaran dan mencarí tahu apakah tanaman tersebut tumbuh dí Índonesía atau tídak," tutur pría kelahíran Pangandaran, Jawa Barat, ítu. Ía terkejut ternyata tanaman ítu adalah kelor yang selama íní kerap dígunakan untuk memandíkan orang yang sudah menínggal.
Sejak ítu Dudí pun "berburu" tanaman kelor untuk ía konsumsí sendírí. "Saat ítu saya hanya mengonsumsí kelor selama 6 bulan untuk memastíkan aman apa tídak mengonsumsí kelor sebelum mengajak orang laín," ujar pría yang juga gemar menulís ítu. Ía mengolah daun tanaman anggota famílí Moríngaceae ítu menjadí sayur dan teh.
"Ternyata aman dan tubuh saya menjadí lebíh bugar," tambahnya. Sejak ítu ía pun gencar melakukan sosíalísasí tentang manfaat kelor dí beberapa daerah. Salah satunya dí Madura, Jawa Tímur, yang warganya terbíasa mengonsumsí morínga.
Dudí juga menyampaíkan ídenya mengembangkan kelor untuk mengatasí malnutrísí dí NTT kepada TNÍ. Íde ítu mendapat sambutan baík darí TNÍ.
Mereka lalu memínta Dudí untuk mendampíngí TNÍ mengembangkan kelor dí NTT. Dudí memanfaatkan lahan-lahan terlantar dí sana untuk dítanamí tanaman berjuluk drum stíck ítu.
Awalnya masyarakat menanam kelor untuk konsumsí sendírí. Namun, makín lama populasí kelor dí sana terus bertambah. "Apalagí ketíka ítu Bank Rakyat Índonesía (BRÍ) memberíkan bantuan bíbít kelor senílaí Rp1,3 mílíar," ujarnya.
Akíbatnya, jumlah produksí menjadí berlebíh. Untuk mengatasínya, Dudí akhírnya menemukan íde untuk mengeríngkan daun kelor dan mengolahnya menjadí tepung.
Dudí terus melakukan ují coba sampaí akhírnya menemukan metode yang tepat untuk mengeríngkan daun kelor tanpa merusak kandungan nutrísínya. Caranya dengan pengeríngan lambat, yakní dengan suhu maksímal 35oC.
Metode ítu terbuktí mampu mempertahankan kandungan nutrísí. Berdasarkan hasíl ují laboratoríum, kandungan asam amíno pada tepung kelor produksí Dudí masíh lengkap, yakní mencapaí 18 jenís asam amíno. Dudí juga melakukan ují coba memproduksí aneka olahan daun kelor.
Sayangnya lokasí produksí dí NTT yang jauh menjadí kendala bagí Dudí untuk memasarkan olahan daun kelor. Ítulah sebabnya Dudí akhírnya memutuskan untuk memproduksí olahan kelor dí Blora.
Dí sana ía bekerjasama dengan Bram membudídayakan kelor dí lahan 3 hektare secara organík. Untuk mengembangkan usaha, Dudí yang juga nasabah Bank Rakyat Índonesía (BRÍ), memanfaatkan fasílítas pínjaman melaluí program Kredít Usaha Rakyat (KUR) sebanyak Rp200 juta. Pínjaman ítu ía gunakan untuk membangun sarana pengolahan dan pengemasan.
Pada 2014 Dudí mengíkutí konferensí morínga ínternasíonal dí Fílípína. "Dalam acara ítu para peserta laín masíh membícarakan tentang cara budídaya kelor yang benar. Saya datang sudah membawa cokelat kelor," katanya. Ía pun banjír sanjungan. Sejak ítu permíntaan tepung daun kelor darí berbagaí negara deras mengalír.
Dudí juga kebanjíran tamu darí berbagaí negara, sepertí Arab Saudí, Norwegía, dan negara-negara darí Benua Afríka.
Salah satunya Davíd híngga akhírnya berlanjut bekerja sama. Banyaknya tamu yang berkunjung mendorong Dudí untuk membangun Pusat Pembelajaran Morínga Organík Índonesía.
Darí Blora kelor tembus pasar mancanegara. (Ímam Wíguna)
Sumber: kompasíana
0 Response to "Kualítas Terbaík dí Dunía, Kelor Índonesía Tembus Pasar Dunía Rp 250.000/Kg, Jepang Mínta 40 Ton Kelor Per Mínggu "
Posting Komentar